Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

Internalisasi Kisah Nabi Ibrahim AS dalam Menguatkan Keluarga Masa Depan

  • Diposting Oleh Achmad Firdausi
  • Rabu, 11 Juni 2025
  • Dilihat 291 Kali
Bagikan ke

Oleh: Moh. Afandi

(Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah)

Setiap kali Hari Raya Idul Adha tiba, umat Islam kembali diingatkan pada sebuah kisah agung yang penuh makna: kisah Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS. Kisah ini bukan sekadar narasi sejarah keagamaan, melainkan sebuah refleksi mendalam tentang nilai-nilai keluarga, keimanan, pengorbanan, dan keteladanan. Di tengah perubahan zaman dan kompleksitas tantangan kehidupan modern, internalisasi nilai-nilai dari kisah ini menjadi penting dalam membangun dan menguatkan keluarga masa depan yang kokoh, harmonis, dan bertanggung jawab secara spiritual maupun sosial.

Kisah Nabi Ibrahim AS menyimpan banyak pelajaran luhur yang dapat ditransformasikan ke dalam konteks keluarga masa kini. Keteguhan iman Nabi Ibrahim AS terhadap perintah Allah SWT menjadi landasan utama dalam membina rumah tangga yang kokoh. Ia tak hanya menunjukkan ketaatan secara individu, tetapi juga melibatkan keluarganya dalam menjalankan perintah ilahi. Ketika Allah memerintahkan untuk menyembelih anaknya, Ismail, respon yang muncul bukan penolakan atau pertentangan, melainkan ketaatan bersama atas dasar iman. Ini menjadi bukti bahwa komunikasi spiritual dalam keluarga telah tertanam kuat. Kepercayaan dan kesepahaman antara ayah dan anak lahir dari proses panjang pendidikan keimanan dalam keluarga.

Pendidikan keluarga yang menanamkan nilai tauhid, pengorbanan, dan keikhlasan akan menghasilkan generasi yang tangguh. Nabi Ibrahim tidak membangun keluarganya hanya dengan materi, tetapi dengan fondasi keimanan yang kokoh. Dalam masyarakat modern yang seringkali diwarnai oleh krisis identitas, disorientasi moral, dan tekanan materialisme, kisah ini menjadi cermin untuk melihat kembali apa yang sesungguhnya harus diwariskan kepada anak-anak. Keluarga masa depan bukan hanya membutuhkan kecerdasan intelektual, tetapi lebih dari itu: karakter, empati, dan kekuatan ruhani.

Internalisasi nilai dari kisah Nabi Ibrahim juga mengajarkan pentingnya kepemimpinan orang tua dalam keluarga. Sosok ayah dalam kisah ini tidak hanya sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai pemimpin spiritual yang memandu anak menuju ketaatan. Dalam dunia modern, banyak keluarga yang kehilangan arah karena hilangnya figur teladan di rumah. Oleh karena itu, membangun kesadaran orang tua akan tanggung jawab moral dan spiritualnya adalah langkah penting dalam menguatkan kualitas keluarga.

Idul Adha bukan hanya perayaan tahunan, melainkan juga momentum reflektif bagi setiap keluarga untuk mengevaluasi hubungan antaranggota, memperbaiki komunikasi, serta menumbuhkan nilai-nilai pengorbanan dan kesediaan untuk saling mendukung. Pengorbanan dalam konteks kekinian tidak lagi berupa sembelihan fisik, tetapi dalam bentuk waktu, perhatian, kesabaran, dan cinta yang tulus antaranggota keluarga. Ketika setiap anggota keluarga bersedia berkorban demi kebaikan bersama, maka terciptalah keluarga yang harmonis dan siap menghadapi tantangan masa depan.

Generasi masa depan harus disiapkan dari rumah, dengan pendidikan yang sarat akan keteladanan dan pembiasaan nilai-nilai luhur. Kisah Nabi Ibrahim bukan sekadar cerita, tetapi harus menjadi inspirasi nyata dalam praktik sehari-hari, baik dalam mendidik anak, membina rumah tangga, maupun berinteraksi dengan masyarakat. Internalisasi kisah ini perlu dilakukan secara kontekstual—bukan hanya diceritakan ulang, tetapi dijadikan prinsip dalam pengambilan keputusan dan perilaku keluarga.

Keluarga yang meneladani semangat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail adalah keluarga yang tahan banting, penuh kasih sayang, dan terikat oleh visi spiritual yang sama. Keluarga seperti inilah yang mampu menjadi benteng terakhir dalam menghadapi krisis sosial dan moral zaman ini. Dari rumah yang dibangun di atas nilai iman dan pengorbanan, akan lahir generasi yang siap menjadi pembawa kebaikan dan penegak nilai-nilai ilahi dalam kehidupan bermasyarakat.

Idul Adha adalah panggilan untuk menghidupkan kembali semangat keluarga yang saleh dan berkarakter. Semoga setiap peringatan hari besar ini menjadi ajang pembaruan niat, penguatan komitmen, dan pembentukan keluarga masa depan yang tangguh dengan meneladani jejak Nabi Ibrahim AS

 


Editor: Achmad Firdausi